Jakarta, konklusi.id - Proses hukum dugaan pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat memasuki babak baru. Rabu (5/10), Polri menyerahkan 11 tersangka kasus tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) beserta barang bukti perkara tersebut di Kantor Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum), Jakarta Selatan.
Terdiri dari Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Mereka berlima merupakan tersangka perkara dugaan pembunuhan berencana. Sementara tersangka dugaan obstruction of justice adalah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, Arif Rahman Arifin, Agus Nurpatria, serta Irfan Widyanto.
JAM Pidum Fadil Zumhana menyampaikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polri untuk menentukan lokasi penahanan para tersangka. Dari 11 tersangka, hanya Putri Candrawathi yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung. ”Tersangka FS, HK, AN, ARA, kami melakukan penahanan di Mako Brimob,” ungkap Fadil.
Sementara itu, tersangka Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, Ricky Rizal, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan Kuat Ma’ruf ditahan di Rutan Bareskrim. Selanjutnya, tim jaksa penuntut umum (JPU) akan berusaha secepat mungkin melimpahkan perkara tersebut kepada pengadilan.
Dalam hal ini, Kejagung akan melimpahkan perkara kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). ”Surat dakwaan sudah kami koreksi dan terus kami perbaiki, sempurnakan. Supaya dalam proses persidangan dapat berjalan sebaik-baiknya,” beber Fadil, seperti dikutip Jawa Pos.
Kepada tim JPU yang menangani perkara tersebut, Fadil meminta paling lambat pelimpahan perkara dilaksanakan pada Senin (10/10). Dengan begitu, sidang segera berjalan. Sampai kemarin, Kejagung belum menerima informasi lokasi sidang akan dipindahkan dari PN Jaksel ke tempat lain. Sebagaimana telah disampaikan Komisi Yudisial (KY), mereka bersama Mahkamah Agung (MA) membuka opsi pemindahan tempat sidang perkara tersebut.
Meski tempat sidang tidak dipindahkan, Fadil yakin, PN Jaksel mampu menyidangkan perkara itu dengan baik. Terlebih perkara tersebut bukan hanya melibatkan mantan petinggi Polri, melainkan turut mendapat perhatian dari masyarakat luas dan Presiden Joko Widodo. ”Presiden meminta kami transparan. Makanya, saya sampaikan pelimpahan perkara ini juga dipantau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
Tidak hanya itu, pemantauan internal dilakukan oleh Kejagung. Melibatkan tim dari JAM Pengawasan, JAM Intelijen, dan Satuan Tugas (Satgas) 53. ”Jadi, pengawasan sangat ketat,” tegas Fadil. Berkaitan dengan usul safe house untuk tim JPU, dia mengakui usul tersebut sangat baik. Namun, sejauh ini dia menilai, usul itu belum perlu dilakukan. ”Tentang pengamanan jaksa supaya tidak diintervensi, kami sudah punya sistem untuk melakukan itu,” jelas dia.
Fadil yakin betul seluruh JPU di Kejagung tidak akan bisa diintervensi. Termasuk JPU yang menangani perkara Ferdy Sambo. Sebab, mereka sudah dididik untuk selalu menjaga integritas dan bekerja secara profesional. ”Saya yakin benar intervensi tidak ada karena negara kita ini negara hukum. Saat ini kami pastikan Kejaksaan Agung tidak bisa diintervensi karena kita harus menjaga netralitas dalam proses penanganan perkara,” beber dia.
Secara umum, proses pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap dua kemarin berlangsung sampai tuntas. Namun, para pewarta yang meliput proses itu sempat kesulitan saat hendak mengambil gambar dan menanyai Ferdy Sambo. Sebab, Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, tidak ditunjukkan kepada para pewarta seperti sembilan tersangka lainnya.
Tak pelak hujan protes disampaikan oleh awak media. Saling dorong antara pewarta dan petugas pengamanan dari Korps Brimob pun tidak terhindarkan. Di tengah-tengah situasi saling dorong dan impit-impitan antara awak media dan personel Brimob, Sambo sempat menyampaikan beberapa pernyataan.
Dia mengungkapkan siap menjalani proses hukum. Selain itu, Sambo menyatakan, Putri tidak bersalah. ”Istri saya tidak bersalah, tidak melakukan apa-apa. Justru menjadi korban,” ujarnya. Keterangan itu disampaikan Sambo sebelum naik ke dalam kendaraan taktis Korps Brimob yang mengantarkannya ke rutan di Mako Brimob.
Tidak hanya itu, dia kembali memohon maaf kepada semua pihak yang turut terdampak atas perkara yang menyeret dirinya. ”Termasuk Bapak dan Ibu Yosua,” imbuhnya. Diakui oleh tim kuasa hukum Sambo, kliennya memang ingin menyampaikan keterangan kepada awak media. Namun, situasi dan kondisi kemarin tidak memungkinkan.
Arman Hanis sebagai bagian dari tim kuasa hukum Sambo menyampaikan, kliennya menitip pesan. Di mana Sambo memasrahkan nasibnya kepada majelis hakim. ”Semua yang saya lakukan adalah karena kecintaan saya pada istri saya. Saya tidak tahu bagaimana membahasakan perasaan, emosi, amarah yang memuncak setelah mendengar informasi tentang perbuatan yang dialami istri saya. Kabar yang sangat menyesakkan hati saya sebagai seorang suami,” bunyi pesan itu dikutip dari keterangan resmi tim kuasa hukum Sambo.
Sementara itu, terkait pelimpahan tahap dua kasus Sambo, Karo Multimedia Divhumas Polri Brigjen Gatot Repli Handoko menuturkan, pihaknya menyerahkan tiga boks barang bukti terkait kasus Sambo. “Serta menyerahkan 11 tersangka,” ujarnya.
Bagian lain, pengamat kepolisian Bambang Rukminto meminta agar Sambo tidak diberikan keistimewaan. Mengingat, Sambo sudah bukan lagi anggota Polri. “Jangan sampai mendapat keistimewaan,” paparnya. Karena Sambo, institusi kepolisian tergerus kepercayaan publiknya. Dalam kondisi itu bila masih memberikan keistimewaan tentunya sangat ironis. “Salah satu indikasinya adalah ditahan di lingkungan Polri,” ujarnya. (uyu)
Tulis Komentar