JAKARTA, Konklusi.id-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan bahwa program promotif preventif untuk mencegah penyakit jantung akan diperluas ke posyandu. Sebelumnya, program ini hanya dilakukan di puskesmas. Perluasan skrining tersebut meliputi pemeriksaan profil lipid dan hipertensi.
Menurutnya, langkah ini dilakukan karena jumlah faskes primer puskesmas terbatas, yakni hanya 10.000 unit. Sementara posyandu ada 300.000 unit tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. "Untuk skrining kita tidak lagi hanya fokus di puskesmas, kita turunkan ke level posyandu. Kenapa? Karena puskesmas kita hanya 10 ribu, untuk posyandu kita ada 300 ribu unit, jumlah ini bisa mengcover dan mengidentifikasi penyakit jantung lebih cepat,” kata wamenkes saat membuka 32nd ASMIHA (Annual Scientic Meeting of the Indonesian Hearth Association) 2023 di Jakarta, belum lama ini.
Wamenkes menambahkan, perluasan area skrining akan didukung oleh ketersediaan tenaga kesehatan. Kemenkes sendiri akan memberikan pelatihan kepada 1,5 juta kader kesehatan agar bisa melakukan deteksi dini faktor risiko penyakit jantung serta pelatihan EKG kepada dokter umum dan perawat.
Dukungan lain yang akan diberikan oleh pemerintah adalah, dengan memenuhi alat kesehatan untuk deteksi dini di puskesmas, serta memperluas manfaat JKN untuk deteksi dini jantung. “Deteksi dini jantung sangat penting dilakukan untuk menekan faktor risiko penyakit jantung, kita dorong agar ini bisa masuk ke dalam BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Disamping program promotif preventif, Kemenkes juga akan meningkatkan upaya kuratif dengan menambah jumlah fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang mampu menangani penyakit jantung. Dikatakan, saat ini hanya ada 40 rumah sakit dari 514 kabupaten/kota yang mampu melakukan kateterisasi penyakit jantung (cathlab). Upaya peningkatan dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, rumah sakit nasional maupun internasional.
Di antaranya memberikan dana bantuan ke 150 rumah sakit untuk memenuhi alkes, penandatanganan kerja sama dengan 24 provinsi untuk pengembangan layanan di RSUD serta pengampuan tindakan intervensi dan pembedahan jantung di 37 RS. “Dengan distribusi yang merata dan optimalisasi jejaring rumah sakit nasional, ditargetkan seluruh daerah di Indonesia bisa melakukan kateterisasi pada 2027 dan sekitar 50 persen ditargetkan rampung pada 2024,” terangnya.
Jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskular penyebab kematian tinggi di Indonesia. The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2019 melaporkan, sebanyak 245.343 meninggal akibat penyakit jantung koroner dan 50.620 meninggal karena penyakit jantung hipertensi di Indonesia. Jantung juga menjadi salah satu penyakit yang memakan biaya sangat besar. Menurut data BPJS Kesehatan tahun 2022, penyakit jantung telah menghabiskan biaya kesehatan sebesar 12,14 triliun.
Kolaborasi dari seluruh pihak sangat diperlukan. Termasuk dari ASMIHA dan PERKI untuk mendukung pemerintah menangani masalah kesehatan jantung, utamanya melalui edukasi kesehatan dan peningkatan kualitas tenaga kesehatan di Indonesia. (ara)
Tulis Komentar