JAKARTA, konklusi.id - Intervensi spesifik sebelum dan saat kehamilan merupakan agenda prioritas pemerintah untuk mencegah stunting pada anak. Cara ini, kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, jauh lebih efektif dibandingkan penanganan setelah bayi lahir. “Kalau dari sisi kesehatan, prioritas paling tinggi untuk pencegahan stunting itu ibunya dulu yang harus diperhatikan. Caranya ada dua, sebelum menikah dan saat kehamilan,” kata menkes saat menghadiri Jabar Stunting Summit 2022 yang digelar di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, pekan lalu (14/12).
Menkes
menjelaskan bahwa program intervensi spesifik sebelum menikah harus dilakukan
sejak masa remaja. Karenanya, kesehatan dan status gizi para remaja harus
dipersiapkan sejak dini. Sehingga prediksi Indonesia mendapatkan bonus
demografi pada 2045 mendatang dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang
sehat, terhindar dari berbagai masalah kesehatan, salah satunya anemia. Anemia
merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan,
letih dan lesu sehingga akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya.
Tak
hanya itu, anemia juga meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta
melahirkan generasi yang bermasalah gizi. Angka kejadian anemia di Indonesia
terbilang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia
pada remaja sebesar 32 persen, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Hal
tersebut dipengaruhi oleh asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas
fisik. Kementerian Kesehatan telah melakukan intervensi spesifik, salah satunya
dengan menyelenggarakan Aksi Bergizi Nasional dengan menggencarkan pemberian
Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri di sekolah maupun puskesmas.
“Remaja puteri ini jangan sampai anemia, karena kalau anemia berisiko tinggi melahirkan bayi stunting. Semua remaja puteri kelas 7-9 harus diukur zat besinya, kalau HB di bawah 12 diberikan tablet tambah darah (TTD) untuk memenuhi zat besi dan asam folat,” ujar menkes dalam keterangan resminya dikutip dari laman resmi Kemenkes. Selain rutin mengonsumsi TTD, menkes juga menyarankan para remaja putri rutin melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin setidaknya 6 bulan atau 1 tahun sekali. Pemeriksaan bisa dilakukan secara gratis di puskesmas. “Untuk remaja puteri, supaya hidupnya sehat, anaknya nanti tidak Stunting, tes darah minimal satu tahun sekali. Kalau angkanya dibawah 12 harus minum TTD, kalau HB sudah di atas 13, jaga kesehatannya, makannya yang cukup dan rutin aktivitas fisik,” pesannya.
Kemudian, intervensi pada ibu hamil dilakukan dengan mencukupi kebutuhan gizi, pemberian tablet tambah darah dan pemberian makanan tambahan. Untuk mengetahui ibu hamil kekurangan gizi atau tidak, selama masa kehamilan disarankan rutin melakukan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) sebanyak 6 kali dan pemeriksaan USG setiap bulan. “Ibu hamil harus melakukan pemeriksaan ANC minimal 6 kali, tujuannya untuk mengetahui berat dan tinggi bayi apakah kekurangan atau kelebihan,” tuturnya. Menkes pun mewanti-wanti kepada seluruh pihak agar kedua intervensi spesifik tersebut dilaksanakan secara simultan dalam kerangka mendukung upaya penurunan angka stunting di Indonesia. Pihaknya menilai, langkah tersebut jauh lebih penting dibandingkan penanganan setelah bayi lahir. Karena bila anak sudah stunting, maka penanganannya sudah terlambat dengan persentase kesembuhan yang rendah, hanya berkisar 6 persen dari angka stunting di Indonesia. (ara)
Tulis Komentar