BALIKPAPAN, konklusi.id – Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Aulia Rahman Basri tak hanya hadir sebagai peserta dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Wilayah Kalimantan Timur 2025 di Balikpapan, Rabu (10/9). Ia memanfaatkan forum tersebut untuk menyuarakan persoalan nyata yang dihadapi Kukar: tingginya risiko korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) dan proyek infrastruktur.
Dalam forum yang juga dihadiri Ketua KPK RI Setyo Budiyanto,
Gubernur Kaltim Rudi Mas’ud, serta seluruh kepala daerah se-Kaltim itu, Aulia
menegaskan bahwa SDA yang melimpah justru sering menjadi pintu masuk praktik
korupsi.
“Batu bara dan minyak merupakan aset besar, tapi jika tidak
transparan dalam pengelolaan perizinan maupun pembagian hasil, potensi
penyimpangan akan selalu ada,” tegasnya seperti disadur dari keterangan resmi
Pemkab Kukar.
Selain SDA, proyek infrastruktur pun disebut rawan. Menurut
Aulia, kurangnya pengawasan dan akuntabilitas membuka ruang pengelembungan
biaya dan kolusi antara pejabat dan kontraktor. “Padahal, infrastruktur ini
dibiayai anggaran besar dari pusat maupun daerah. Kami tidak ingin hasil
pembangunan justru dinodai praktik kotor,” imbuhnya.
Aulia juga mengungkap tantangan lain: minimnya SDM pengawas.
Saat ini Kukar masih kekurangan puluhan auditor maupun pengawas PPUPD. Kondisi
ini membuat pengawasan di daerah yang luas menjadi timpang. “Belum lagi
partisipasi masyarakat yang rendah serta pemanfaatan teknologi informasi yang
belum optimal,” ujarnya.
Meski begitu, Pemkab Kukar disebut telah mengambil sejumlah
langkah. Mulai dari sosialisasi antikorupsi, pengendalian gratifikasi,
penandatanganan komitmen perangkat daerah dalam Monitoring Center for
Prevention (MCP), hingga pembentukan Saber Pungli. “Kami ingin transparansi
memudahkan pengawasan masyarakat. Keterbukaan akan mempersempit ruang gerak
korupsi,” tandas Aulia.
Ketua KPK RI Setyo Budiyanto mengingatkan bahwa
pemberantasan korupsi tidak cukup dengan jargon. Menurutnya, praktik permisif,
konflik kepentingan, hingga gratifikasi yang dibungkus silaturahmi masih jamak
terjadi. “Kaltim punya SDA melimpah dan luas wilayah. Pertanyaannya, apakah
semua dikelola optimal atau justru dimanfaatkan untuk penyalahgunaan
kewenangan,” ujarnya.
Setyo menyebut delapan area rawan yang perlu diperketat
pengawasan, mulai dari dana hibah, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan
keuangan daerah, hingga manajemen ASN. “Integritas bukan pilihan, tapi
kewajiban. Kepala daerah dan pejabat publik tidak boleh sekadar hadir di
podium, tapi harus turun tangan memastikan tata kelola yang bersih,” pesannya.
Rakor ini menjadi momentum bagi Kukar untuk meneguhkan
langkah pencegahan. Dengan SDA yang melimpah, tekanan publik, dan keterbatasan
SDM, transparansi dan kolaborasi dengan lembaga antikorupsi dinilai jadi jalan
terbaik. (adv/uyu)
Tulis Komentar