Jakarta, konklusi.id-Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memastikan agar pelaku UMK dengan produk terkategori wajib bersertifikat halal segera mengurus pengajuan sertifikasi halal ke BPJPH. Sebab jika produknya tidak bersertifikat halal, maka produk tersebut akan tertinggal dalam persaingan di pasar bebas seperti sekarang ini.
“Sertifikat halal ini penting. Untuk menaikkan kelas produk UMK kita. Sebab halal bukan lagi soal agama semata, tapi juga soal market, soal industri, soal ekonomi” kata Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham, pada Workshop Sihalal di Asrama Haji Makassar, Sulawesi Selatan, pekan lalu (2/10). “Jadi kalau Bapak Ibu tidak mau ikut program sertifikasi halal, nanti produknya akan tertinggal, nggak ada yang mau beli, nggak ada yang mau konsumsi. Nanti masyarakat malah mengonsumsi produk halal dari luar negeri.” Kata Aqil Irham menegaskan.
Kondisi tersebut, menurutnya, dikarenakan halal sekarang ini sudah bukan lagi menjadi trend domestik di Indonesia saja, melainkan sudah menjadi trend global. Sehingga, halal merupakan sebuah standar yang penting dalam aktivitas industri dan perdagangan produk secara internasional. Lebih lanjut, Aqil Irham menyatakan bahwa urgensitas sertifikasi halal dari waktu ke waktu juga semakin diakui di dunia. Hal itu dibuktikan oleh makin meluasnya perkembangan industri halal dunia. Tidak hanya di negara-negara berpenduduk muslim saja, namun juga meluas secara global termasuk di negara-negara dengan penduduk mayoritas non-muslim.
Indikasi perkembangan itu, lanjut Aqil Irham, salah satunya dibuktikan oleh fakta bertambah banyaknya permohonan kerja sama pengakuan sertifikat halal oleh lembaga halal luar negeri (LHLN) dari berbagai negara. Saat ini BPJPH telah menerima sedikitnya 97 LHLN dari 40 negara, yang mayoritasnya adalah negara-negara berpenduduk mayoritas non-muslim.
“Mereka ingin MoU dengan kita agar sertifikat halal yang mereka keluarkan di luar negeri itu bisa kita terima di Indonesia. Kepentingan mereka, agar produk halalnya bisa diterima di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim.” Lanjut Aqil Irham.
Oleh karenanya, lanjut Aqil Irham, pemerintah Indonesia sangat konsen untuk mendorong pelaku UMK untuk segera bersertifikat halal. Salah satu kebijakan yang dilakukan melalui BPJPH memberikan kemudahan pelaku UMK bersertifikat halal, sesuai amanat Undang-undang Cipta Kerja. Yaitu, dengan membagi skema sertifikasi halal menjadi dua skema, melalui mekanisme reguler dan pernyataan pelaku usaha atau self declare. Simultan dengan itu, BPJPH juga telah menurunkan tarif sertifikasi halal reguler dari sebelumnya sebesar Rp3 juta-an menjadi Rp650 ribu saja. Sedangkan untuk sertifikasi halal self declare juga diturunkan menjadi Rp230 ribu saja.
“(Khusus bagi) UMK perlu ada intervensi pemerintah sebagaimana amanat UU Cipta Kerja, bahwa UMK perlu dibantu pebiayaan sertifikasi halal sebesar nol Rupiah. Artinya UMK tidak membayar karena difasilitasi pemerintah sesuai dengan kemampuan keuangan negara.”
Tahun ini, BPJPH telah menghabiskan 25 ribu kuota sertifikasi halal gratis self declare bagi pelaku UMK melalui program Sehati 2022 tahap pertama. Dan pada bulan Agustus lalu BPJPH kembali mengumumkan kuota Sehati tahap kedua untuk 324.834 UMK yang akan dibantu biaya sertifikasi halalnya oleh BPJPH Kemenag dengan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (ara)
Tulis Komentar