BALI, Konklusi.id - Studi tiru kali ini, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Balikpapan menyaksikan betapa rukunnya umat beragama di “Bumi Keris” Kabupaten Badung, Bali. Lima rumah ibadah dari lima agama berbanjar menyambut tibanya rombongan.
Sementara umat agama lain dalam rombongan menanti di bus dan ada pula yang turun melihat-lihat kompleks pusat ibadah “Puja Mandala”, anggota FKUB beragama islam menuju Masjid Agung Ibnu Batutah guna menunaikan sholat magrib dijamak isya.
“Alhamdulillah, bisa sholat di sini,” ungkap Soegianto, anggota FKUB Balikpapan.
Kelima rumah ibadah yang berjajar di poros utama Jalan Kurusetra, Desa Kampial, Badung yang berjarak sekitar 23 kilometer dari Denpasar, adalah kompleks wisata religi. Setiap hari paling sedikit dimampiri 60 bus mengangkut wisatawan.
Kelima rumah ibadah di sana adalah Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan Bukit Doa dan Pura Jagat Natha.
Letak rumah ibadah yang menempati tanah seluas 2,5 hektare menghadap Tanjung Benoa. Menghubungkan objek wisata Ulu Watu, Pantai Dreamland, Jimbaran, dan Budaya Garuda Wisnu Tanjung Benoa.
Pembangunan Puja Mandala diawali oleh keinginan umat Islam membangun masjid di sekitar Desa Kampilan. Pada tahun-tahun 1990, umat Islam kesulitan menjangkau masjid bila ingin menunaikan sholat Jumat dan fardhu. Mereka harus ke masjid di Kuta yang berjarak 20 kilometer.
Keinginan ditanggapi positif umat agama lainnya, terutama umat Hindu. Pemerintah melalui Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Joop Ave yang membawahi pariwisata merespon positif niat umat islam.
Dia lantas menugaskan Bali Tourism Development Center (BTDC) mencari lahan untuk pembangunan lima rumah ibadah (kala itu Konghucu belum ditetapkan sebagai agama. Di era Presiden Gus Dur baru ditetapkan sebagai agama), sehingga agama konghucu belum dibangunkan rumah ibadahnya di lokasi itu.
Ditemukanlah lahan di Desa Kampial milik Indonesia Tourisme Developmen Corporation (ITDC). Selama dua tahun ITDC membuat perencanaan dan pada tahun 1992 mulai dilakukan pembangunan objek wisata budaya itu.
Masjid Ibnu Batutah yang pertama dibangun. Bangunan berlantai tiga berbentuk limas sebagaimana bangunan di Pulau Jawa. Masjid ini mampu menampung 3000 jamaah.
Disusul Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Segala Bangsa yang unik, Vihara Buddha Guna yang stupanya berwarna keemasan seperti di Thailand dihiasi dua patung gajah putih, kemudian Gereja Kristen Protestan Bukit Doa berornamen Bali. Justru Pura Jagat Natha terakhir dibangun.
Selama tiga tahun sejak 1994 kompleks para dewa ini dibangun. Akhirnya kompleks pusat peribatan Puja Mandala-bahasa sangsekerta bermakna lingkaran wadah para dewa- yang menjadi pengumpul kekuatan rampung juga dan diresmikan oleh Menteri Agama Tarmidzi Taher pada tahun 1997.
Ketua Paguyuban Antar Umat Beragama Kompleks Puja Mandala, Wayan Solo mengatakan, pusat peribadatan ini acap kali menjadi objek penelitian mereka yang menyusun skripsi untuk mendapat gelat S1 dan desertasi untuk mendapatkan gelar doktor.
“Letaknya berjajar dan ketinggian sejajar,” kata dia.
Saat wabah covid, pada 13 Mei 2021 umat Islam merayakan idul fitri dan pada hari yang sama umat Kristiani merayakan kenaikan Isya Al Masih, PPKM Covid mengatur ibadat sesuai protokol kesehatan. Umat Islam menunaikan ibadah sholat idul fitri di pagi hari. Setelah itu, umat Kristiani merayakan kenaikan Isya Al Masih.
“Koordinasi dan komunikasi kami lakukan melalui group WA. Lancar dan terkendali,” imbuhnya.
Pada 11 Maret 2017, ketika berkunjung ke Indonesia, juga ke Pulau Bali, Raja Saudi Arabia, Raja Salman beserta rombongan berbaur dengan jamaah menunaikan ibadah sholat Jumat di Masjid Ibnu Batutah.
“Tetap aman dan terkendali,” kata Wayan sembari menambahkan, bahwa pihak kompleks mendapat bantuan keamanan dari “pecalang” dan aparat keamanan Bali.
Dikatakan, setiap hari sekitar 40 hingga 60 bus membawa wisatawan mampir ke Pura Mandala. ‘Bila hari-hari besar keagamaan jumlah pengunjung bertambah banyak,” tambahnya.
Ketua FKUB Kota Balikpapan, Drs Abdul Muis Abdullah beserta rombongan menyempatkan diri melihat-lihat kompleks, walau pun tidak terlalu lama, karena tiba malam hari.
“Kami berharap kompleks rumah ibadah seperti ini dibangun pula di Balikpapan,” kata Muis.
Pdt Timotius Liman Jaya mengakui, kompleks peribadatan seperti Pura Mandala sudah sangat pantas berdiri di Balikpapan. “Bila memungkinkan di kompleks itu dibangun pula gedung berkantor perwakilan majelis-majelis agama satu atap. Kita tiap saat bisa kongko dan berbincang merukunkan umat,” tambahnya.
Keuntungannya, kata tokoh umat Buddha, Ronny Chiang, tokoh agama bisa saling mengenal. Dan pemerintah setiap saat dapat menghubungi tokoh agama bila tokoh agama diperlukan.
“Balikpapan ‘kan sebagai kota penyangga Ibu kota Nusantara (IKN), yah tepatlah kalau ada kompleks rumah ibadah,” kata tokoh Katolik, Hermandi E. Buka. (zii)
Tulis Komentar