JAKARTA, konklusi.id - Beredar narasi di media sosial yang menyebutkan
bahwa vaksin polio memicu kanker dan HIV. Klaim vaksin polio memicu kanker
dikaitkan dengan kontaminasi vaksin polio dengan virus simian 40 (SV40). SV40
terdapat dalam sel ginjal monyet yang digunakan untuk menumbuhkan vaksin polio.
Vaksin polio tersebut disuntikkan pada periode 1950-an sampai 1960-an.
Sementara itu, klaim vaksin polio menyebabkan HIV dikaitkan dengan
dugaan efek dari Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) di Afrika. Ada narasi
yang menyebutkan bahwa dugaan kemunculan HIV merupakan KIPI dari vaksinasi
polio di Afrika yang diperkenalkan pada akhir 1950-an.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr
Prima Yosephine MKM menegaskan bahwa vaksin polio yang digunakan di Indonesia
saat ini terjamin keamanannya.
Ia menjelaskan, pemberian vaksin polio tetes saat Pekan Imunisasi
Nasional (PIN) aman bagi bayi dan anak. “Vaksin polio tetes yang digunakan saat
PIN, yaitu novel Oral Polio Vaccine Type 2 atau nOPV2. Vaksin ini diproduksi
oleh PT Bio Farma,” tegas Prima di Jayapura, Papua, Jumat (26/7).
“Vaksin ini mengandung virus polio tipe 2 yang hidup dan dilemahkan.
Berbagai penelitian menunjukkan, vaksin nOPV2 aman dan dapat ditoleransi oleh
golongan usia bayi dan anak,” tegasnya.
Data Keamanan nOPV2 telah dikaji oleh Global Advisory Committee on
Vaccine Safety (GACVS) berdasarkan data dari 253 juta dosis nOPV2 yang
diberikan di 13 negara. Hasil kajian menyimpulkan bahwa tidak ada risiko
berbahaya.
“Vaksin nOPV2 sudah digunakan di Indonesia sejak akhir 2022 pada saat
pelaksanaan Sub PIN Aceh dan Sumatera Utara. Kemudian, juga telah digunakan
pada saat Sub PIN di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),” kata Prima.
“Seluruh laporan KIPI serius merupakan koinsiden, tidak ada yang
berhubungan dengan vaksin atau pemberian imunisasinya, sehingga disimpulkan
bahwa vaksin ini aman,” sambungnya.
Vaksin Polio Saat Ini Tidak Mengandung Virus SV40
Merujuk informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
penelitian vaksin polio yang menemukan adanya kontaminasi virus SV40 itu
dilakukan pada hewan. Temuan ini kemudian menimbulkan kekhawatiran kemungkinan
virus SV40 dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Namun, sebagian besar penelitian yang mengamati hubungan antara SV40 dan
kanker tersebut tidak menemukan hubungan sebab akibat antara penerimaan vaksin
polio yang terkontaminasi SV40 dan perkembangan kanker.
Buku berjudul, “Vaccines and Your Child: Separating Fact from Fiction”
yang diterbitkan Columbia University Press pada 2011 memaparkan secara rinci
vaksin polio dan virus SV40.
Pada 1960, temuan kontaminasi virus SV40 terjadi ketika vaksin polio
disuntikkan terhadap hamster yang baru lahir sehingga mengakibatkan tumor besar
di bawah kulit serta di paru-paru, ginjal, dan otak. Saat penemuan ini
dipublikasikan, kekhawatiran terjadi lantaran vaksin polio sudah disuntikkan
kepada jutaan anak di AS, Inggris, Jerman, dan Swedia.
Selama beberapa tahun berikutnya, para peneliti melakukan serangkaian
studi. Peneliti membandingkan prevalensi kanker pada anak-anak yang menerima
vaksin polio yang terkontaminasi virus SV40 dengan anak-anak yang tidak
divaksinasi. Hasilnya, angka kejadian kanker pada kedua kelompok adalah sama.
Pada pertengahan 1990-an, otoritas kesehatan meyakini bahwa vaksin polio
yang terkontaminasi SV40 tidak menyebabkan kanker. Ditegaskan juga bahwa tidak
ada vaksin polio yang digunakan saat ini mengandung virus SV40.
Selain itu, tidak ada bukti kuat tentang vaksin polio dapat memicu HIV.
Dalam jurnal berjudul, “Polio vaccine samples not linked to AIDS” yang terbit
di Nature pada 26 April 2001, para peneliti tidak menemukan bukti meyakinkan
yang mendukung hipotesis bahwa HIV-1 ditularkan melalui vaksin polio tetes.
(uyu)
Tulis Komentar