Jakarta, konklusi.id - Aktivitas sektor industri di tanah air masih menunjukkan level ekspansi. Hal ini ditandai dari data S&P Global yang menunjukkan bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,8 pada bulan Mei. Meski mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya, sentimen bisnis terkait perkiraan 12 bulan output bertahan positif.
“Tahap ekspansi ini menggambarkan selama sembilan bulan berturut-turut kondisi bisnis membaik pada seluruh sektor manufaktur Indonesia,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, Sabtu (4/6).
Febri menjelaskan, perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada Mei utamanya disebabkan karena terkendala pasokan. “Adanya libur panjang Lebaran di minggu awal Mei 2022 misalnya, menjadi salah satu faktor gangguan terhadap rantai pasokan sektor industri,” ungkapnya.
Selain itu, faktor pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng curah di dalam negeri juga mempengaruhi kondisi sektor manufaktur.
S&P Global juga melaporkan, aktivitas pabrik di Asia melambat karena pembatasan ketat Covid-19 di Tiongkok sehingga menghambat rantai pasokan dan permintaan. Bahkan, ditambah dengan adanya dampak perang Rusia-Ukraina yang membuat kekhawatiran terhadap pasar.
“Kami melihat, aktivitas sektor industri di sejumlah negara Asia seperti Taiwan, Malaysia, Filipina dan Australia juga mengalami penurunan permintaan pada bulan lalu. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk segera memacu kembali laju produktivitas sektor industrinya,” imbuh Febri.
Jubir Kemenperin menegaskan, Pemerintah Indonesia tetap fokus untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional, khususnya dalam pengembangan sektor industri. “Industri manufaktur menjadi indikator paling kuat dalam menilai ketahanan ekonomi suatu negara. Apalagi, industri manufaktur di Indonesia selama ini telah menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional,” terangnya.
Pada triwulan I 2022, industri pengolahan nonmigas mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,47 persen atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,01 persen. Kinerja sektor manufaktur tersebut juga naik signifikan dibanding pada periode yang sama tahun lalu yang mengalami kontraksi 0,71 persen.
“Capaian tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah berjalan baik dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif. Kami akan kawal terus sehingga momentum tren pertumbuhan positif ini dapat terjaga sepanjang tahun,” ujar Febri.
Di samping itu, beberapa kinerja gemilang sektor manufaktur, antara lain adalah kontribusi industri manufaktur sebesar 76,37 persen yang mendominasi capaian nilai ekspor nasional pada kuartal I-2022. Sepanjang periode Januari-Maret 2022 tersebut, kinerja ekspor industri pengolahan menembus USD 50,52 miliar atau naik 29,68 persen dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, realisasi investasi sektor industri pada triwulan I-2022 naik 17 persen (yoy). Kinerja investasi sektor industri pengolahan sepanjang Januari-Maret 2022 mencapai Rp 103,5 triliun. Jumlah tersebut memberikan kontribusi signifikan sebesar 36,7 persen terhadap total nilai investasi di tanah air pada triwulan I tahun 2022, yang menembus Rp 282,4 triliun.
“Dalam upaya strategis untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah Indonesia juga meningkatkan investasi di tingkat daerah dan mendorong perluasan industri melalui pembentukan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di tingkat daerah,” tandasnya.
Salah satu wujud dukungan pemerintah dalam upaya pengembangan sektor industri dilakukan dengan membangun kawasan ekonomi strategis yang bertujuan untuk mendorong daya saing sektor industri dengan memberikan insentif kepada Kawasan Industri atau Kawasan Ekonomi Khusus, serta mendukung pembangunan infrastruktur di sekitar kawasan.
Adapun pembangunan tersebut akan mengikuti kerangka berkelanjutan dan ramah lingkungan yang sejalan dengan kesepakatan bersama di tingkat global yang tercermin dalam 17 pilar Sustainable Development Goals (SDGs).
Selain itu, Pemerintah mendorong terwujudnya Eco-Industrial Park (EIP) secara bertahap bagi seluruh industri di Indonesia. Penerapan EIP ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja ekonomi bagi industri melalui minimalisasi dampak lingkungan, serta mengubah paradigma ekonomi linier menjadi ekonomi sirkular dengan penerapan desain, perencanaan, implementasi infrastruktur yang berkelanjutan, serta penerapan konsep produksi yang bersih, pencegahan polusi, efisiensi energi, dan kolaborasi bisnis.
Menanggapi hasil survei PMI Manufaktur Indonesia pada Mei, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence mengatakan, kondisi bisnis pada seluruh sektor manufaktur Indonesia membaik pada laju lebih lambat pada bulan Mei.
“Kabar baiknya adalah permintaan terus naik, namun harus diperhatikan seberapa jauh output manufaktur mungkin akan terdampak ke depannya,” sebut Jingyi Pan. PMI Manufaktur Indonesia pada Mei masih unggul dibanding PMI Manufaktur Malaysia (50,1), Taiwan (50,0), Myanmar (49,9) dan Tiongkok (48,1). (uyu)
Tulis Komentar